Banyak tempat yang bisa dikunjungi dengan biaya murah dan dalam satu hari di kawasan wisata Kota Tua. Tidak hanya menikmati bangunan-bangunan tua saja, banyak ilmu dan wawasan bisa didapat di sini. Kota Tua yang mendapat julukan ‘Permata Asia’ dan ‘Ratu dari Timur’ pada abad ke-16 dari pelayar Eropa ini berada di seputaran Stasiun Kereta Api Kota dan Halte Busway Kota. Jadi bagi yang ingin naik kereta api atau bus Transjakarta tinggal turun di halte terakhir. Selanjutnya berjalan kaki sedikit menuju kawasan wisata dengan luas lebih dari satu kilometer persegi melintasi Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Saya sampai di lapangan Kota Tua sekitar jam sepuluh. Dan perjalanan menyusuri sejarah dan budaya pun dimulai.
Museum Sejarah Jakarta
Muda mudi berpakaian Betawi menyambut di pintu masuk Museum Sejarah Jakarta. Untuk berkeliling di museum yang juga dikenal dengan nama Museum Fatahilah ini hanya dikenakan tiket seharga Rp5.000. Di dalam, saya diberikan sandal dan tas untuk menyimpan sepatu.
Lukisan 10x3 meter ‘Penyerangan Mataram ke Batavia, 1628 & 1629’ karya Sudjojono menjadi pembuka kunjungan ke museum. Di sebelahnya ada Maket Gereja Belanda Baru yang ditemani pedang keadilan dan musket.
Selanjutnya lukisan Gubernur Jenderal Jan Pleterszoon Coen yang membangun gedung ini telah menanti. Di sini juga ada sundial atau jam matahari yang berasal dari abad 19 dengan bahan batu marmer, kuningan, dan gelas pembakar. Selain itu miniatur meja kerja dan kursi juga ada di sini. Kemudian patung Adipati Jayakarta III, baju zirah, tombak, hingga mimbar ditampilkan di museum ini. Tidak hanya itu, beberapa replika prasasti batu peninggalan masa Tarumanegara dan Pajajaran mulai dari Prasasti Batu Tulis, Prasati Padrao, Prasasti Cidanghiang, hingga Prasasti Muara Cianten ada di museum yang diresmikan pada 30 Maret 1974.
Lalu saya naik ke lantai dua tempat keramik-keramik kuno peninggalan Tiongkok dan Eropa seperti botol, mangkok, piring, dan gelas. Selanjutnya saya naik lagi menuju lantai atasnya yang pada masanya digunakan sebagai tempat persidangan. Di lantai ini, mebel-mebel abad 18 dan awal abad 19 yang masih kokoh dan tersusun rapi di setiap ruangannya. Selain itu lukisan yang menggambarkan tiga keputusan pengadilan terpampang di salah satu ruangan lantai ini.
Merasa cukup berkeliling di lantai ini, saya pun turun lalu mengembalikan tas dan sandal yang diberikan di pintu masuk. Eh, ternyata masih ada, di bagian luar tepatnya di bawah ada penjara bawah tanah yang digunakan pada masa penjajahan Belanda. Selain itu terdapat juga patung Dewa Hermes yang menurut mitologi Yunani merupakan dewa keberuntungan dan perlindungan bagi kaum pedagang.
Museum Wayang
Setelah mengikuti jejak sejarah Jakarta, selanjutnya ke Museum Wayang. Tiket masuk ke museum ini juga sama Rp5.000 rupiah. Sebuah lorong dengan lampu kekuningan menjadi awalnya. Beberapa wayang golek berukuran hampir sebesar manusia berdiri di lorong ini. Di tengah gedung lantai dasar terdapat taman yang berisi beberapa prasasti peninggalan Belanda, salah satunya Jan Pieterszoon Coen tahun 1634. Selanjutnya ada juga boneka si Unyil lengkap dengan teman-temannya. Masih di lantai dasar gedung yang dulunya gereja Belanda ini ada wayang-wayang tokoh Belanda, si Jampang, hingga si Manis jembatan Ancol.
Selanjutnya saya naik ke lantai dua. Berbagai jenis dan bentuk wayang dari seluruh Indonesia, mulai dari wayang kulit, wayang golek, wayang kardus, wayang rumput, wayang janur, wayang beber, topeng, boneka, dan perangkat gamelan yang lengkap melengkapi ruangan-ruangan museum ini. Tidak hanya wayang dari Indonesia saja yang ada di sini. Wayang dan boneka dari Tiongkok, Thailand, Suriname, Vietnam, India, dan beberapa negara Eropa ikut memperkaya museum ini.
Museum Seni Rupa dan Keramik
Sekarang lanjut lagi ke sebelah kanan Museum Sejarah Jakarta, ada Museum Seni Rupa dan Keramik. Tiket masuknya pun sama, Rp5.000. Gedung yang awalnya digunakan sebagai Kantor Dewan Kehakiman pada Benteng Batavia ini menampilkan keramik lokal dari berbagai daerah di Indonesia mulai era Kerajaan Majapahit abad ke-14 dan juga dari berbagai negara di dunia seperti Tiongkok, Thailand, Vietnam, dan Eropa dari abad ke-16 hingga awal abad ke-20.
Untuk koleksi seni lukis Indonesia, museum ini membaginya menjadi beberapa ruangan berdasarkan periodisasi, mulai dari Ruang Masa Raden Saleh (1880-1890), Masa Hindia Jelita (1920-an), hingga Seni Rupa Baru Indonesia (1960-sekarang). Sementara koleksi seni rupa-nya menampilkan patung-patung seperti Totem Asmat dan patung dari berbagai daerah lainnya. Seusai menikmati karya-karya seni yang cantik, saya pun memutuskan untuk memasuki satu museum lagi.
Museum Bank Indonesia
Gedung dengan paduan bangunan klasik dan modern menjadi tujuan terakhir saya. Ketika memasuki Museum Bank Indonesia, suasana modern begitu terasa. Tiket masuknya pun gratis. Lorong gelap dengan teater mini menjadi pintu masuk untuk menjelajahi museum ini. Setelah itu ada ruang yang menceritakan aktivitas perdagangan sejak bangsa Eropa mendarat di Nusantara. Rempah-rempah, miniatur perahu kayu, lukisan-lukisan para penjelajah dunia yang pernah singgah, hingga peralatan seperti kompas dan teropong klasik bisa dilihat di ruangan ini.
Sejarah perkembangan Bank Indonesia dan berbagai peranannya dalam perekonomian pun ditampilkan dengan cantik. Tidak bosan rasanya mengikuti alur perjalanan ini. Selain itu, diorama-diorama 3 dimensi di sepanjang lorong membuat kunjungan ke museum ini lebih menarik. Ditambah lagi penggunaan teknologi multimedia, panel statistik, dan display elektronik membuat saya semakin terkesan akan apa yang ditampilkan.
Selesai di lantai ini, saya diarahkan menuju gedung sampingnya. Di sini batangan emas yang tersusun rapi membuat mata tidak bisa berkedip. Selanjutnya ruang numismatic yang luas menampilkan ribuan uang sejak zaman dahulu. Andai saja waktu yang tersisa masih banyak, rasanya belum mau meninggalkan museum ini.
Waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore dan saya pun harus mengakhiri kunjungan ke museum hari ini. Benar-benar wisata murah, hanya menghabiskan 15 ribu rupiah saja, saya bisa mendapat ilmu yang banyak dalam satu hari, mulai dari sejarah Jakarta, macam-macam wayang, seni, dan sejarah Bank Indonesia.